July 10, 2017

Teori David Ausubel: Belajar Bermakna

David Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Menurut Ausubel, belajar  dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu:
 
•  Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan pada siswa, melalui penerimaan atau penemuan.
•  Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif yang dimaksud adalah fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa (Dahar,1989).

Pada tingkat pertama dalam belajar, informasi dapat dikomunikasikan pada siswa baik dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk  final, maupun dengan bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan.

Pada tingkat kedua, siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep atau  lainnya) yang telah dimiliki sebelumya, dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa juga dapat mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu, tanpa menghubungkannya pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya, dalam hal ini terjadi belajar hafalan.

Pada saat guru menjelaskan materi, dapat terjadi dua dimensi, pertama dapat terjadi belajar bermakna, yaitu apabila siswa menghubungkan atau mengaitkan informasi yang diterima dengan konsep-konsep yang telah ada atau  yang telah dimiliki sebelumnya. Dapat pula hanya penerimaan informasi saja tanpa mengaitkan dengan konsep-konsep yang telah ada atau yang dikenal dengan belajar hafalan. 

Walaupun demikian, belajar hafalan dapat pula menjadi bermakna yaitu dengan cara menjelaskan hubungan antara konsep-konsep. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan bagan di bawah ini. 

Sepanjang garis mendatar, dari kiri ke kanan terdapat berkurangnya belajar penerimaan, dan bertambahnya belajar penemuan, sedangkan sepanjang garis vertikal dari bawah ke atas terjadi berkurangnya belajar hafalan dan bertambahnya belajar bermakna. Inti dari teori Ausubel tentang belajar adalah  belajar bermakna  yang merupakan suatu proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang.

Pada seorang anak, pembentukan konsep merupakan proses utama untuk membentuk konsep-konsep. Telah kita ketahui, bahwa pembentukan konsep adalah semacam belajar penemuan yang menyangkut baik pembentukan hipotesis dan pengujian hipotesis maupun  pembentukan generalisasi dari hal-hal yang khusus. 

Pada saat usia masuk sekolah tiba, pada umumnya anak telah mempunyai kerangka konsep-konsep yang mengijinkan terjadinya belajar bermakna. Bila dalam struktur kognitif seseorang tidak terdapat konsep-konsep relevan, maka informasi baru dipelajari secara hafalan, dan bila tidak dilakukan usaha untuk mengasimilasikan pengetahuan baru pada konsep-konsep relevan yang sudah ada dalam struktur kognitif, akan terjadi belajar hafalan.

Proses Belajar Bermakna

Pada gambar di atas, informasi baru a, b, c, dikaitkan pada konsep yang relevan dalam struktur kognitif (subsumer) A, B, C. Subsumer A lebih banyak mengalami diferensiasi lebih banyak daripada subsumer B atau C (Novak, 1977 dalam Dahar,1989) 

Selama belajar  bermakna berlangsung, informasi baru a, b, b, terkait pada konsep-konsep dalam struktur kognitif  (subsumer) A, B, C. Untuk menekankan pada fenomena pengaitan itu Ausubel mengemukakan istilah subsumer, Subsumer memegang peranan dalam proses perolehan informasi baru. Dalam belajar bermakna subsumer mempunyai peranan interaktif, memperlancar gerakan informasi yang relevan melalui penghalang-penghalang  perseptual dan  menyediakan  suatu kaitan
antara informasi yang baru diterima dengan pengetahuan yang sudah dimiliki sebelumnya.

Baca Juga

Proses interaktif antara materi yang baru dipelajari dengan subsumer-subsumer inilah yang menjadi inti teori belajar asimilasi Ausubel. Proses ini disebut proses subsumsi. Selama belajar bermakna, subsumer mengalami modifikasi dan terdiferensiasi lebih lanjut. Diferensiasi subsumer-subsumer diakibatkan oleh asimilasi pengetahuan baru selama belajar bermakna berlangsung. Informasi yang dipelajari secara bermakna biasanya lebih lama diingat dari pada informasi yang dipelajari secara hafalan.
Menurut Ausubel dan  juga Novak (1977), ada tiga kebaikan belajar bermakna, yaitu:
  1. Informasi yang dipelajari secara bermakna lebih lama dapat diingat.
  2. Informasi yang tersubsumsi berakibatkan peningkatan diferensiasi dari subsumer-subsumer, jadi memudahkan proses belajar berikutnya untuk materi pelajaran yang mirip.
  3. Informasi yang dilupakan sesudah subsumsi obliteratif (subsumsi yang telah rusak), meninggalkan efek residual pada subsumer, sehingga mempermudah belajar hal-hal yang mirip walaupun telah terjadi lupa.
Menurut Ausubel, pengembangan konsep berlangsung paling baik bila unsur-unsur yang paling umum, paling inklusif dari suatu konsep diperkenalkan terlebih dahulu, dan kemudian baru diberikan hal-hal yang lebih rinci dan khusus dari konsep tersebut. Dengan perkataan lain model  belajar menurut Ausubel umumnya berlangsung dari umum ke khusus. 

Ausubel berkeyakinan bahwa belajar merupakan proses deduktif. Dalam strategi mengajar deduktif, guru mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif dahulu, kemudian konsep-konsep yang kurang inklusif dan seterusnya. Proses penyusunan konsep semacam ini disebut diferensial progresif atau konsep-konsep disusun secara hierarki, hal ini diterjemahkan oleh Novak sebagai peta konsep. 

Gagasan/pandangan belajar dari Ausubel yang menekankan pada belajar terjadi melalui penerimaan memberikan konsekuensi pada cara/metode penyajian dalam mengajar.  Ausubel memberikan sebutan  pada cara penyajian itu dengan pengajaran ekspositori.  
Pada pengajaran expositori terdapat 4 ciri utama, yaitu:
  1. Interaksi guru-siswa, walaupun guru lebih dominan dalam meyajikan materi, ide-ide/gagasan  awal siswa harus menjadi bahan pertimbangan utama dalam pembahasan selanjutnya dalam setiap pengajaran.
  2. Buatlah contoh-contoh untuk setiap konsep, walaupun penekanan belajar pada belajar bermakna secara verbal, pemberian contoh-contoh seperti dalam gambar dan diagram sangatlah diperlukan.
  3. Penyajian bentuk deduktif.  Dalam penyajian materi hendaknya diperkenalkan terlebih dahulu konsep-konsep umum dan inklusif, baru kemudian contoh-contoh yang lebih khusus.
  4. Penyajian secara hierarkis.Penyajian bentuk ini menekankan penyajian materi secara hierarkis, misalnya sebelum menguraikan materi secara rinci, terlebih dahulu kita uraikan materi secara keseluruhan, sehingga siswa mampu menangkap struktur atau kedudukan sesuatu pada batang tubuh materi yang sedang dibahasnya.

Untuk menerapkan ciri-ciri pembelajaran seperti disarankan oleh Ausubel, strategi penyajian materi haruslah berbentuk  Advance Organizer(pengaturan awal). Advance Organizer akan berfungsi sebagai suatu Cognitive Bridge  (jembatan pengetahuan)  yang akan menguatkan   struktur kognitif siswa yang dapat menjadikan informasi-informasi baru dapat dengan mudah diasimilasikan. 

Advance Organizer  akan mengarahkan siswa ke materi yang akan dipelajari dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan, yang dapat digunakan membantu menanamkan pengetahuan baru. 

Variabel-variabel yang mempengaruhi belajar bermakna  Faktor-faktor utama yang mempengaruhi belajar bermakna ialah: (1) struktur kognitif yang ada, (2) stabilitas dan kejelasan pengetahuan dalam
suatu bidang studi tertentu dan (3) pada waktu tertentu. Sifat-sifat struktur kognitif menentukan validitas dan kejelasan arti-arti yang timbul waktu informasi itu masuk ke dalam struktur kognitif  itu, jika struktur kognitif itu stabil, jelas dan diatur dengan baik, maka akan timbul arti-arti yang jelas, sahih atau tidak meragukan dan cenderung akan bertahan. Tetapi sebaliknya, jika struktur kognitif itu tidak stabil, meragukan dan tidak teratur, maka struktur kognitif itu cenderung menghambat belajar.
Prasyarat-prasyarat dari belajar bermakna adalah sebagai berikut.
  • Materi yang akan dipelajari harus bermakna secara potensial.
  • Anak yang akan belajar harus bertujuan untuk melakukan belajar bermakna, mempunyai kesiapan dan niat untuk belajar bermakna. 

Kebermaknaan materi pelajaran secara potensial tergantung pada dua faktor, yaitu:
  1. Materi harus memiliki kebermaknaan logis yaitu materi yang konsisten, ajeg dan substantif yaitu dapat dinyatakan dalam berbagai cara, tanpa mengubah arti,
  2. Gagasan-gagasan yang relevan harus terdapat dalam struktur kognitif siswa.
Sumber : Modul GP SMP PPPPTK IPA 2016

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon