February 04, 2018

Romansa Setengah Jalan

Tags
Kisah ini sudah pernah saya tulis di blog lama. Blog to mandar mongeq. Blog yang sudah saya hapus. Saat kisah ini ada di blog itu, Dani mengomentarinya di kolom komentar blog, meminta saya menghapus detail setting. Tempat sekolah, tahun dan nama aslinya. Dia tak menitipkan no. kontak.

Dani adalah teman saya, saya berkenalan dengannya di sebuah tempat yang tak layak disebutkan. Saya yakin dia pun takkan setuju jika nama tempat itu tertulis di sini. 

Pada suatu pertemuan di kos-kosan saya di Makassar, kisahnya Ia ceritakan sangat panjang. Hingga hari ini, saya mencoba mengontak Dani melalui media sosial, tapi gagal.

Dani adalah orang yang tertutup. Lebih sering mengurung diri di rumah. Wajar jika sulit mendeteksinya di media sosial. Entah mengapa hari itu Ia begitu lugas bercerita. Mungkin Dani dipengaruhi minumannya barusan. 

Kisahnya dimulai dari selembar surat, yang diterimanya dari teman sekolah. Surat rayuan dari seorang perempuan. Surat cinta ala anak 90-an. Seketika Dani berubah menjadi India. Bernyanyi sendiri dalam kamar. Berjoget tak jelas iramanya. Berkeringat dingin karena kasmaran. Surat wangi itu Ia baca berulang-ulang. Dari seorang wanita tercantik di sekolah. Namanya Wati.

Surat yang diterimanya adalah surat balasan. Dani sudah lebih dulu mengirim surat. Surat pernyataan cinta yang Ia konsep berjam-jam. Puluhan kertas menjadi korban. Selalu saja ada kalimat tak pas. Menulisnya pun diam-diam. Mengunci diri dalam kamar agar tak ketahuan orang. Kalau surat itu bocor, Ia tak bisa membayangkan malunya.

Dani ingin membalas surat itu. diambilnya kertas wangi yang dibeli di toko dekat sekolah. Kembali terulang kejadian surat pertama. Berjam-jam Dani menulis, berpuluh kertas jadi korban.  Hingga jadi sebuah surat setengah halaman. Surat itu Ia bungkus dengan amplop harum, berwarna merah jambu. Surat Dani dititipkan pada Ani, sahabat Wati.

Sejak surat itu dikirim, Dani tak pernah mau menemui Wati lagi, bahkan untuk bertatap mata pun enggan. Dani seperti tak sanggup bertemu, apalagi bercakap. Itulah Keluguan anak SMP. 

Tiga tahun kemudian, barulah mereka bercakap. Mereka sudah sama-sama SMA. Percakapan itu singkat karena sebuah insiden. Dani yang berjongkok di samping Wati tiba-tiba saja kehilangan keseimbangan. Dani hampir jatuh kebelakang. Sontak saja Dani mencari pegangan. Sialnya, Dani berpegangan di daerah sensitif Wati bagian dada. Wati marah, mereka tak bicara lagi.

Meski tak bicara, Wati tak begitu jauh dari hidup Dani. Dani menyaksikan kehariannya. Wati dekat dengan Rudi, teman sekelas Dani. Wati dan Rudi selalu bersama tapi tak pacaran. Bagi Dani mereka terlihat mesra. Cemburunya Ia pendam.

Wati tak hanya dekat dengan Rudi, Wati malah berpacaran dengan Andra. Andra ini anak sekolah lain. Mereka selalu bertemu saat pulang sekolah. Bahkan kabarnya, Wati sering ke rumah Andra dan sangat akrab dengan keluarganya. 

Anehnya, dalam waktu yang hampir bersamaan, Wati juga dekat dengan Ahmad, kakak kelasnya di sekolah. Wati juga dikabarkan dekat dengan Edi tetangganya, bahkan Beny adik ipar kakaknya. Itulah Wati, potret wanita muda pemberi harapan palsu.

Dani pun berpikir bahwa ia adalah korban PHP Wati. Amarah Dani ia tuliskan dalam diari. 

Hingga suatu hari, saat pulang sekolah, Wati mendatangi Dani. Dani diajak jalan-jalan ke rumah Kakak Wati. Dani tak menyangka, rupanya Ia diajak ke acara ulang tahun Wati. Acara yang terlihat spesial karena Dani satu-satunya laki-laki yang hadir.

Sejak hari itu, kedekatan mereka berlanjut. Mereka sering jalan bersama. Dani mulai Ge-eR. Saat Dani ulang tahun, Wati mengajaknya jalan-jalan ke toko. Dani diminta memilih baju kesukaannya. Berbunga hati Dani. Baju itu tak diberikan langsung. Wati membawanya pulang. Wati berjanji memberikannya setelah dibungkus sebagai kado, besoknya.

Dani tak sabar menunggu besok, dibacanya kembali surat Wati yang dulu. Surat itu sudah usang karena lama tersimpan di bawah kasur. Membayangkan indahnya esok. Kado pertama di ulang tahunnya. Maklum Dani hanya anak desa tak berada. Acara ulang tahun dan kado hanya mimpi. Tak ada ulang tahun di keluarganya.

Hari yang dinanti tiba. Dani bergegas ke kantin di waktu istirahat. Wati sudah menunggu di sana. Kado itu diberikan. Dani dilarang membuka. “Nanti dirumah“ kata Wati. Mereka bercakap sebentar. Kalimat-kalimat Wati sangat menggoda. Hingga bel masuk mereka kembali ke kelas.

Sesampai di rumah, Dani terburu-buru masuk kamar. Membuka kado pemberian Wati. Tentu saja isinya baju yang di beli kemarin. Ada lagi tambahannya, sepucuk surat. Dani mengambil surat itu, lipatannya tebal dan kaku. Setelah di buka ternyata isinya obat-obatan. Dani penasaran, apa hubungan antara baju, surat, obat dan ulang tahun.  Segera saja Ia baca isi surat itu.

Dani tercengang setelah membaca surat Wati, isi suratnya adalah ucapan ulang tahun, dengan embel-embel hinaan. Dani tak hapal betul isi surat itu. Dani hana ingat bahwa Wati sama sekali tak mengharapkan dirinya. Semua kedekatan itu palsu. Wati bahkan menulis tentang kemiskinan keluarga Dani, mencela-cela wajah dan posturnya. Obat itu adalah vitamin untuk keluarga Dani. Agar mereka tidak kurang gizi. Tak habis pikir, dari mana Wati punya ide sesadis itu. Membangun harapan kemudian menghancurkannya dengan bom atom. Sungguh luar biasa.

Hari-hari berikutnya, Dani tak bersemangat lagi melihat Wati. Pertemuan mereka hanya senyum getir. Berkaca-kaca Dani melihat Wati. Wati tetap seperti biasa, jalan-jalan dengan sahabat dekat dan pacarnya. Dani kadang melihat sekilas dari kejauhan. Dani sudah kehilangan harapannya.

Setahun berlalu, Dani dan Wati lulus SMA. Dani kuliah di Makassar, sementara Wati kuliah di Majene. Dani berubah menjadi maskulin, berbadan bagus dan kelihatan bersih. Idola di kampus tempatnya kuliah. Dia punya pacar yang banyak. Wati hanya menjadi kelebat kesendiriannya. Ingatan saat alkohol mempengaruhinya.

Saya mendapat sms dari Dani. Dia ingin bertemu di Café Layar Mall Ratu Indah Makassar. Saya masih kuliah fisika dasar waktu. Mengulang di semester 5. Sungguh menyedihkan. Saya berjanji menemui Dani jam 5 sore. Yah, sesuai janji, saya datang.

Rupanya kejadian hebat baru saja terjadi. Dani bertemu dengan Wati di tempat itu. Mereka saling berpelukan. Wati bercerita keluh kesahnya, hingga ia ada di Makassar. Wati ingin menikah dengan kekasihnya, tapi orangtuanya enggan. diceritakan bahwa Wati sering berduaan dengan pacarnya di kos-kosan. Hingga orangtuanya tahu dan mengirimnya ke Makassar.

Pertemuan hebat itu mengguncang hidup Dani. Ia memanggil saya untuk curhat. Dani melanjutkan kisah pertemuannya dengan Wati tadi sore, Ia memperlihatkan surat ulang tahunnya 5 tahun yang lalu. Wati meminta maaf seharu-harunya. Bisa ditebak, Dani dengan mudah memaafkan. Mendengar cerita itu saya pulang ke kos-kosan tanpa memberi pendapat.

Tahun 2005 hingga 2006, Dani masih sering menghubungi saya, bercerita tentang Wati yang sering datang ke tempat kuliahnya. Sekedar mengajak jalan-jalan ke Mall atau Pantai losari. Dani sendiri tak punya motor. Mereka jalan dengan angkot, Wati yang selalu bayar. Entah itu minum atau belanja, Wati tumpuan ekonomi.

Wati selalu datang saat Dani memanggil. Begitu juga sebaliknya Dani selalu ikut saat diajak Wati. Kisah ini pun terputus. Saya kehilangan HP dan Dani tak pernah menelpon atau bertemu saya lagi. Saya hanya mendengar kabar bahwa Dani sudah menikah, Wati pun demikian. Dani tidak lagi tinggal di Tinambung, Dani merantau ke Jawa.

Untuk Dani, Jika kamu membaca kisah ini, kontak saya lewat email.

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon