Sumber gambar : majalah1000guru |
Pendidikan belum runtuh gara-gara pendemi. Mungkin "chaos", karena cara belajar yang berubah mendadak. Kelas ekonomi hampir saja menjadi determinan layanan pendidikan formal.
Untunglah, insan- insan lembaga pendidikan masih mau "menunduk". Masih mau melayani pembelajaran luar jaringan/luring. Kalau tidak, celakalah pendidikan jika hanya dapat diakses oleh kelas menengah keatas.
"Chaos" ini melahirkan kebingungan. Kebingungan guru, kebingungan orang tua, ataupun siswa sendiri. Kita semua sama-sama bingung. Tapi bukan menjadi alasan untuk menyerah.
Lalu bagaimana kita menghadapi kebingungan?.
Kondisi kebingungan membutuhkan konektivitas, kita semua haruslah bekerjasama. Bukan sibuk saling menyalahkan. Apalagi menyerah. Kita semua harus "bergandeng tangan" menghadapi kebingungan ini.
Memang wajar cara-cara pembelajaran masa pandemi tidak mudah diterima. Hukum alam memang seperti itu. Setiap makhluk/ciptaan punya kelembaman. Tidak akan sanggup makhluk-makhluk berubah mendadak dengan mantra "sim salabim". Semua ada prosesnya. Kontradiksi itu biasa, kelak akan melahirkan sintetis. Kita akan mendekati kepuasan dari kontradiksi-kontradiksi itu.
Pembelajaran jarak jauh akan gagal jika kita terpaku pada teori-teori belajar klasik. Teori yang tidak disiapkan untuk situasi chaos. Teori yang lahir jauh sebelum teknologi menjadi ruang belajar.
Teori belajar 'connectivism' mungkin relevan untuk saat ini. Teori yang dikemukakan George siemens. Teori alternatif, disaat behaviourisme, kognitivisme dan konstruktivisme tak sanggup berbuat banyak.
Pembelajaran jarak jauh berbasis dalam jaringan (online) ibarat membuka kelas dipinggir sungai. Sungai itu mengalirkan "air informasi" yang cukup deras. Kelas akan "kebanjiran informasi" ataupun "kekeringan" jika tidak dikelola dengan baik.
Peran guru adalah membangun bendungan-bendungan informasi. Guru menyaring informasi yang valid dari sumber-sumber terpercaya. Siswa tidak sembarangan mengakses informasi yang tidak terjamin kebenarannya.
Informasi-informasi valid itu dikelola menjadi produk pembelajaran. Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Siswa memproduksi pengetahuan yang dapat diakses sesama siswa itu sendiri. Produk pembelajaran itulah yang disebut pengetahuan.
Capaian produk pembelajaran terbangun dari jejaring yang dibuat oleh guru. Disinilah pentingnya memilih platform yang digunakan. Pemilihan platform tidak boleh dipatok seragam. Tentu harus disesuaikan dengan konstruksi sosial di masing-masing tempat.
Pemilihan platform kemudian mewajibkan guru menjadi helpdesk, membantu para siswa yang kesulitan menggunakan platform tersebut.
Jelas tugas guru bertambah, tugas orang tua bertambah, demikian juga tugas para pengambil kebijakan di dunia pendidikan.
Akan tetapi, kita tidak boleh alergi pada pembelajaran jarak jauh. Bukankah sebagian pejabat adalah alumni pembelajaran jarak jauh?.🙂
EmoticonEmoticon