July 08, 2017

Perkembangan Moral dan Kecerdasan Spritual peserta Didik


1. PERKEMBANGAN MORAL

Setiap individu sebagai bagian dari masyarakat diharapkan bersikap sesuai dengan cara  yang disetujui masyarakat. Berperilaku sesuai dengan yang disetujui masyarakat diperoleh melalui proses yang panjang dan lama yang terus berlanjut sampai usia remaja. 

Interaksi sosial memegang peranan penting dalam perkembangan moral, karena  anak mempunyai kesempatan untuk belajar kode moral dan mendapat kesempatan untuk belajar bagaimana orang lain memberikan penilaian.

a. Tingkat danTahapan Perkembangan Moral 

Kohlberg menekankan bahwa perkembangan moral didasarkan terutama pada penalaran moral dan berkembang secara bertahap (Santrock, 2010:119). Konsep kunci untuk memahami perkembangan moral, khususnya teori Kohlberg adalah internalisasi, yaitu perubahan perkembangan dari perilaku yang dikendalikan secara eksternal menjadi perilaku yang dikendalikan secara internal.

Tingkat Satu: Penalaran Prakonvensional.

Penalaran prakonvensional adalah tingkat yang paling rendah dalam teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini anak tidak memperlihatkan internalisasi nilai-nilai moral tetapi dikendalikan oleh hadiah dan hukuman eksternal.
Tahap 1: Orientasi hukuman dan ketaatan.   
Tahap  2: Orientasi ganjaran (the instrumental relativist orientat). 

Tingkat Dua  :  Penalaran Konvensional. 

Pada tingkat penalaran konvensional individu memandang apa yang diharapkan keluarga, kelompok atau bangsa. Setia dan mendukung aturan sosial bukan sekedar konformitas, melainkan berharga. Pada tahap ini sudah terjadi internalisasi tetapi belum sepenuhnya.                     
Tahap 3. Norma-norma interpersonal. 
Tahap 4. Orientasi otoritas (authority and social order maintaining orientation).

Tingkat Tiga: Penalaran Pascakonvensional. 

Penalaran pascakonvensional adalah tingkat tertinggi dari teori perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkat ini terjadi internalisasi moral pada individu dan tidak didasarkan pada standa-standar moral orang lain. Seseorang mengenal tindakan-tindakan moral alternatif, menjajaki pilihan, kemudian memutuskan berdasarkan suatu kode moral pribadi.
Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial. 
Tahap 6 : Prinsip-prinsip etika universal. 

b. Perkembangan Moral Masa Remaja

Menurut Hurlock (2006:225) salah satu tugas perkembangan yang penting pada masa remaja adalah mempelajari apa yang diharapkan oleh kelompok atau  sosial-budayanya. Remaja harus berperilaku sesuai dengan harapan-harapan sosial tanpa dibimbing dan di awasi, didorong, dan diancam dengan hukuman seperti saat masa anak-anak. 

Remaja diharapkan mengganti konsep-konsep moral pada masa anak-anak dengan prinsip-prinsip moral yang berlaku umum, dan merumuskannya ke dalam kode moral yang akan berfungsi menjadi pedoman untuk berperilaku baik.  

Mitchel menegaskan remaja harus mengendalikan perilakunya sendiri, yang dulu menjadi tanggung jawab orangtua dan guru. (Hurlock, 2006:225). 

Remaja umumnya berada pada tingkat pascakonvensional, Pada tingkat ini terjadi internalisasi moral dan tidak didasarkan pada standar-standar moral orang lain. Bila remaja telah mencapai tingkat pasca  konvensional,  berarti remaja telah mencapai kematangan sistem moral. 

c. Karakteristik Umum Perilaku Moral Remaja Awal

Peserta didik bersikap kritis  terhadap perilaku orangtua, guru, atau orang dewasa lainnya,  peserta didik akan menilai apakah perilaku mereka adalah asli atau bersifat kepura-puraan (hypocrite). Remaja mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh-tokoh moralitas yang dipandang tepat dengan  tipe idolanya (Makmun, 2009:134) Remaja membentuk kode moral sebagai pedoman berperilaku, dan beberapa remaja dilengkapi dengan kode moral yang diperoleh dari pelajaran agama. 

Menurut Santrock (2007:315) perilaku moral adalah perilaku prososial, yang melibatkan sifat  untuk menolong orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri (altruisme). Sifat empati berkontribusi terhadap perkembangan moral remaja. 

Selanjutnya Lawrence Walker (Santrock, 2007::319) menyatakan diantara kebijaksanaan moral yang diutamakan adalah kejujuran, kebenaran, dapat dipercaya, kepedulian, keharuan, keprihatinan, dan konsiderasi, loyalitas dan mendengarkan kata hati. 

2.  KECERDASAN SPRITUAL
Menurut Agustian (2001:57) kecerdasan  spiritual  adalah kemampuan untuk   memberi  makna ibadah  terhadap   setiap  perilaku   dan kegiatan.  Dengan demikian ia  akan  mengawali  segala sesuatunya  dengan  nama  Tuhan, menjalaninya   sesuai  dengan   perintah   Tuhan dan mengembalikan   apapun hasilnya  kepada  Tuhan.

Zohar dan Marshal menyatakan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan tertinggi   yang   dimiliki   manusia, karena paling berperan dalam kehidupan manusia (Agustian, 2001:57).  

Kecerdasan spiritual merupakan aspek yang sangat penting dalam pembentukan kepribadian manusia dan merupakan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.  

Baca Juga


a. Proses Perkembangan Kecerdasan Spiritual dan Penghayatan Keagamaan 

Potensi  kecerdasan  spiritual   berkembang karena adanya pengaruh interaksi dengan  lingkungan sekitar sampai akhir hayatnya.. Menurut Daradjat (2010:75) bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan penghayatan keagamaan adalah  orangtua, guru dan dan lingkungan. Pemahaman tentang penghayatan keagamaan sejalan dengan dengan perkembangan kognitifnya. 

Oleh karena itu menurut Desmita (2014:282) meskipun pada masa awal anak-anak,  mereka telah diajarkan agama tetapi pada masa remaja mereka mempertanyakan kebenaran keyakinan agama mereka sendiri. Remaja juga memperlihatkan pemahaman agama yang lebih abstrak dan logis. 

Menurut  Kay  dalam Pikunas  (Yusuf, 2006:13) bahwa dalam perkembangan kesadaran beragama pada masa remaja, tugas utamanya adalah mencapai kematangan sistem moral untuk membimbing perilakunya. Kematangan remaja belum dikatakan sempurna, apabila  belum menunjukkan kode moral yang dapat diterima secara universal. 

b. Karakteristik  Perilaku Penghayatan Keagamaan dan Spiritual Peserta Didik 
Menurut Makmun (2009;134) gambaran umum perilaku religius pada masa remaja awal, mulai mempertanyakan secara kritis dan skeptis mengenai keberadaan dan sifat  kemurahan serta keadilan Tuhan.

Penghayatan keagamaan sehari-hari dilakukan mungkin berdasarkan atas pertimbangan adanya semacam tuntutan yang memaksa dari luar dirinya, masih mencari dan mencoba menemukan pegangan hidupnya. 

Berkenaan dengan corak berpikir yang kritis dan skeptis, maka diperlukan bimbingan dan pendidikan yang efektif dari orangtua dan guru. agar peserta didik memiliki kesadaran beragama yang baik, memiliki keimanan dan ketaqwaan yang tinggi,  sehingga peserta didik memiliki akhlaq mulia. 

c.  Identifikasi Perilaku Moral dan Kecerdasan Spiritual Peserta Didik
Cara identifikasi aspek moral dan kecerdasan spiritual peserta didik sama dengan cara identifikasi yang telah diuraikan pada materi pembelajaran perkembangan peserta didik.

d. Implementasi dalam Pembelajaran
  • Jadilah social model dengan menampilkan sikap dan perilaku yang mencerminkan kepribadian dan moral yang baik, serta cerdas secara spiritual, 
  • Bersikaplah menerima semua peserta didik, terutama peserta didik dengan perilaku moral dan kecerdasan spiritual yang masih rendah   serta ciptakan iklim belajar yang kondusif bagi perkembangan pribadi peserta didik agar tercapai perkembangan yang optimal.
  • Rancang pembelajaran dengan memasukan aspek moral atau  karakter dan spiritual  yang terintegrasi dalam pembelajaran. 
  • Kembangkan perilaku moral dan spiritual melalui, pembiasaan dan disiplin yang disertai konsekuensi yang mendidik. 
  • Biasakan berdoa sebelum dan sesudah belajar dan dorong peserta didik untuk rajin beribadah  serta libatkan dalam kegiatan keagamaan dan sosial.
  • Buat suatu proyek/tugas kelompok/kelas yang dapat meningkatkan sikap altruisme. (sikap membantu orang lain dengan ikhlas).
  • Bekerja sama dengan wali kelas, guru BK dan  guru agama serta orangtua untuk membantu meningkatkan perilaku  moral dan kecerdasan spiritual. 
Sumber : Modul GP SMP PPPPTK IPA 2016 

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon